Syah Artuna Suka membaca tapi tak pandai menulis. Suka bercerita tapi seorang pendiam. Suka berpetualang tapi seorang introvert. Pemalas tapi tau cara tercepat menyelesaikan pekerjaan.

Fahombo, Tradisi Unik Lompat Batu di Pulau Nias

3 min read

Fahombo, Tradisi Unik Lompat Batu

Kamu ingin menikmati salah satu warisan budaya Indonesia? Kalau iya, jangan lewatkan untuk menyaksikan Fahombo, tradisi lompat batu di Pulau Nias yang sangat eksotis. Fahombo ini sering juga disebut sebagai Fahombe.

Pulau Nias yang terletak 125 kilometer dari pantai barat Sumatera Utara, memang menyimpan berbagai kekayaan alam dan budaya, yang masih asli dan terjaga.

Keindahan pantai-pantai terindah di Pulau Nias justru lebih tersohor keluar negeri, ketimbang dikenal di negeri sendiri. Setiap tahun bahkan ada keriuhan di Pulau Nias, karena peselancar-peselancar dunia berdatangan untuk mengikuti Nias Open, salah satu kejuaraan selancar internasional.

Kekayaan Pulau Nias lain yang harus disaksikan adalah Fahombo, atau Hombo Batu, atau Lompat Batu. Tradisi ini telah terkenal hingga ke seluruh dunia, sehingga menjadikannya sebagai salah satu atraksi utama dan ikon Pulau Nias.

Fahombo bahkan juga pernah dilestarikan dalam cetakan mata uang Indonesia Rp 1.000, yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia di tahun 1992.

Sejarah Fahombo
Uang Rp 1.000 tahun 1992 dengan gambar Fahombo,  Tradisi Lompat Batu di Pulau Nias

Sejarah Fahombo

Fahombo, lompat batu di Pulau Nias yang sangat eksotis ini, telah dilakukan secara turun temurun dari generasi ke generasi suku Nias.

Berabad-abad lalu, pulau Nias terdiri dari beberapa daerah yang di bawah kekuasaan para tuan tanah. Para tuan tanah ini sering mengadakan pesta-pesta rakyat yang disebut “owasa”.

Anggapan masyarakat di masa itu, bahwa semakin sering seorang penguasa mengadakan owasa maka semakin tinggi pula posisi mereka dalam struktur masyarakat. Biaya untuk mengadakan pesta ini diperoleh dari rampasan perang.

Tradisi yang dimulai sebagai persiapan perang antar desa | photo via telisik.id

Pada masa itu memang sering terjadi perang antar suku. Hal ini terutama dipicu oleh pertentangan, perjuangan untuk memperebutkan batas wilayah, serta masalah perbudakan. Oleh karena itu, masing-masing desa mempunyai pasukan masing-masing untuk mempertahankan wilayah.

Pada awalnya, para anggota pasukan berlatih perang-perangan dengan melompati tongkat-tongkat bambu atau batu ditumpuk hingga setinggi 2 meter. Tujuannya adalah untuk melatih para pemuda saat harus melompati pertahanan batu musuh. Dari sinilah Fahombo berawal.

Adalah kehormatan bagi pria-pria di masa tersebut untuk menjadi bagian dari pasukan desanya masing-masing. Mereka akan menerima ‘gaji’ yang lebih besar dari orang-orang kebanyakan, selain itu juga punya kesempatan lebih besar untuk juga menjadi tuan tanah.

Syarat untuk menjadi anggota pasukan desa adalah memiliki bentuk fisik yang kuat dan memiliki keterampilan bela diri. Beberapa orang di antaranya malah disinyalir mampu melakukan sihir.

Para pemuda desa akan melalui tahap seleksi dulu sebelum benar-benar bisa diangkat menjadi anggota, salah satunya adalah dengan melompati komposisi batu setinggi 2 m tanpa menyentuhnya sama sekali.

Selain untuk menyeleksi para calon anggota pasukan, tradisi ini juga digunakan untuk memilih calon suami bagi para pemudinya. Inilah yang lambat laun menggeser nilai tradisi Fahombo sekarang. Fahombo akhirnya hanya sekadar upacara untuk membuktikan tingkat kedewasaan seorang pemuda sehingga dia siap menikah.

Tata Cara Lompat Batu di Pulau Nias

Tradisi lompat batu di Pulau Nias yang sangat unik ini membutuhkan semacam monumen yang terbuat dari batu, disusun hingga setinggi 2 meter sepanjang 90 sentimeter dengan lebar 60 sentimeter, berbentuk piramida dengan permukaan paling atas datar.

Tata Cara Lompat Batu Fahombo
Bisa dibayangkan setinggi apa monumen batu ini | photo via kompas

Pelompat harus lebih dulu mengambil jarak 1 hingga 2 meter dari piramida batu. Kemudian mereka berlari, dan salah satu kaki mereka akan menginjak batu kecil sebagai batu loncatan dan melompat melewati piramida batu tersebut.

Batu kecil yang digunakan sebagai pijakan untuk melompat | photo via kompasiana

Jarak antara batu loncatan dengan piramida batu adalah sekitar 50 sentimeter. Sebelum kegiatan lompat batu ini dimulai, mereka harus terlebih dahulu mengadakan upacara untuk meminta restu dari roh-roh nenek moyang di batu agar diberi kemudahan melompat dan terhindar dari kecelakaan.

Untuk bisa berhasil melompati tumpukan batu tersebut, si pelompat tak hanya harus punya kelincahan melompat, tetapi juga harus memiliki teknik pendaratan yang baik. Hal ini dikarenakan jika dia mendarat di posisi yang salah, bisa menyebabkan cedera pada otot atau bahkan patah tulang. Sudah sering terjadi pula kecelakaan, akibat tradisi ini.

Dahulu, bagian paling atas dari tumpulan batu bahkan ditutup dengan papan dengan paku dan tombak bambu. Berbahaya sekali memang. Namun kini papan bertombak bambu dan paku ini disingkirkan. Meski demikian, tidak serta merta membuat tradisi ini aman sepenuhnya.

Kadang tradisi Fahombo ini juga dilaksanakan pada malam hari, sehingga para pelompat akan melompati piramida batu tersebut dengan obor di satu tangan dan pedang di tangan yang lain.

Pemuda yang berhasil melompati batu akan dianggap sebagai pahlawan desa. Keberhasilan ini akan membuat keluarganya merasa bangga dan akan mendapatkan status sosial yang tinggi di tengah masyarakat. Namun, menurut orang Nias sendiri, tak semua pemuda dapat melakukan lompat batu ini karena ternyata ada pengaruh oleh faktor genetik juga.

Jadi, jika ayah atau kakek si pemuda adalah seorang pelompat batu, maka anak-anaknya juga tak akan memiliki kesulitan ketika melakukan lompat batu ini. Meskipun mereka hanya berlatih satu atau dua kali.

Fahombo Masa Kini

Tradisi lompat batu di Pulau Nias yang sangat eksotis ini sekarang bukan lagi merupakan tradisi yang wajib dilaksanakan oleh suku Nias.

Kini, Fahombo hanya dilakukan sebagai salah satu atraksi bagi wisatawan baik domestik maupun wisatawan asing, yang datang ke Pulau Nias. Bahkan sekarang, tradisi ini sudah tak pernah lagi dilakukan di mana pun di Nias kecuali untuk keperluan wisata.

Meski demikian, jika kamu ingin menyaksikan tradisi ini, maka dapat dengan mudah menemukannya dan membayar sekitar Rp 200.000 pada para pemuda desa untuk melakukannya.

Lokasi Atraksi Lompat Batu

Lokasi Atraksi Fahombo
Desa Bawomataluo, Nias Selatan | photo via semedan.com

Kamu bisa mengunjungi beberapa tempat jika ingin melihat tradisi lompat batu di Pulau Nias yang sangat eksotis ini. Seperti di desa Bawomataluo yang juga disebut sebagai Bukit Matahari.

Desa ini terletak di Teluk Dalam, Nias Selatan. Lokasinya bisa ditempuh dengan bus selama 3-4 jam dari kota Gunungsitoli, dengan ongkos sekitar Rp 60.000 hingga Rp 90.000.

Untuk bisa mencapai gerbang desa, harus naik tangga terlebih dulu. Namun tak perlu khawatir. Sembari menaiki sekitar ratusan anak tangga tersebut, kamu akan disuguhi dengan pemandangan unik ke arah lembah.

Desa ini dibangun bagaikan benteng pertahanan, dengan pusatnya pada piramida batu yang menjadi tempat upacara Fahombo, tradisi unik Lompat Batu di Pulau Nias.

Syah Artuna Suka membaca tapi tak pandai menulis. Suka bercerita tapi seorang pendiam. Suka berpetualang tapi seorang introvert. Pemalas tapi tau cara tercepat menyelesaikan pekerjaan.

One Reply to “Fahombo, Tradisi Unik Lompat Batu di Pulau Nias”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *